Welcome

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!

RGNGaja

RGNGaja
proud of traditional

inot

inot
toni active

Sensasi kriuknya rengginang 6 rasa, bikin ngiler!

Friday, September 25, 2015

Sensasi kriuknya rengginang enam rasa yang nggak biasa, bikin ngiler!
"Produk kami memiliki enam rasa selain original yaitu ada rumput laut, balado, barbeque, pedas, keju, dan pizza," kata Toni.

Reporter : Ines Faradina
18 Juni 2015 12:35


Brilio.net - Kapan sih terakhir kali kamu makan rengginang? Lebaran tahun lalu? Atau jangan-jangan beberapa tahun lalu saat masih kecil? Rengginang saat ini memang tampaknya sudah mulai langka ya. Kalau kita mengunjungi kota-kota besar pasti akan sangat susah sekali menemukannya dibandingkan dengan desa-desa. Nah buat kamu yag sudah kangen kriuknya rengginang, kamu bisa cobain rengginang ala tiga anak muda Malang.

Produk yang diberi brand Rengginangaja ini sangat pas dengan anak muda. Kalau biasanya kita merasakan rengginang dengan rasa asli, Rengginangaja coba memperkenalkan inovasi rasa pada rengginang. "Produk kami memiliki enam rasa selain original yaitu ada rumput laut, balado, barbeque, pedas, keju, dan pizza. Selain itu kami juga mengemasnya dengan kemasan modern agar lebih ngena ke anak-anak muda," cerita Toni yang merupakan penggagas Rengginangaja pada brilio.net, Selasa (16/6).

Toni menambahkan bahwa rengginang yang mereka gunakan adalah rengginang asli dari Madura yang berbentuk seperti mangkuk berukuran kecil. Rengginang ini memiliki rasa yang sangat khas karena dibuat dari ikan khas Madura, yaitu ikan lorjuk. Toni sendiri yang secara rutin mengambil langsung pasokan rengginang yang masih mentah ke Madura sebelum kemudian diproses di Malang.

Untuk harganya sendiri bisa dibilang sangat terjangkau, karena untuk satu kemasan rengginang 120 gram hanya dibandrol harga Rp 12.000 yang di dalamnya berisi 16 biji rengginang. Rengginang produksi rumahan ini juga dijamin bisa awet tanpa bahan pengawet karena sepenuhnya menggunakan bahan tradisional.

Sampai saat ini rengginang aneka rasa ini sudah memiliki konsumen di beberapa kota besar di Indonesia, mulai dari Medan sampai hampir seluruh wilayah Jawa. Penjualannyapun sebagian besar dilakukan dengan memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan lain-lain. Benar-benar inovasi unik dari rengginang nih.





Sarjana biologi ini bikin rengginang 'naik kelas'


toni dan timnya berusaha membawa rengginang menjadi jajanan modern.

Brilio.net - Bukan rahasia lagi kalau saat ini pasar Indonesia memiliki banyak sekali produk yang sangat beragam. Tapi ironisnya mayoritas produk-produk yang ada di pasar Indonesia tadi adalah produk-produk asing, bukan produk dalam negeri. Bisa dibuktikan betapa populernya produk minuman teh dari Thailand dan Malaysia dibanding es cendol Indonesia, atau betapa digilainya pancake dibanding serabi. Hal inilah yang kemudian membuat seorang Muhammad Fathoni Hamzah tergerak untuk kembali memperkenalkan produk tradisional.

Pria yang biasa dipanggil Toni ini, sejak awal 2015 lalu menjalankan bisnis kuliner yang mengusung salah satu jajanan khas Indonesia yaitu rengginang. Kalau biasanya rengginang hanya dapat kita temukan di desa dan hanya pada saat-saat tertentu seperti Lebaran, Toni dan timnya berusaha membawa rengginang menjadi jajanan modern.

"Saya memang ingin mengangkat produk-produk lokal yang masih asing di mata anak muda, salah satunya rengginang. Dan saya berusaha mengemas produk tersebut jadi lebih modern agar bisa disukai remaja, tak hanya orang tua," cerita Toni padabrilio.net, Selasa (16/6).

Untuk pemasarannya sendiri Toni juga menggunakan media sosial yang memang sedang digandrungi muda-mudi. Toni yang merupakan sarjana biologi Universitas Brawijaya Malang ini mengaku bahwa sasaran dari produk yang diberi brand Rengginangaja ini memang mereka yang berdomisli di kota, karena memang misinya adalah membawa jajanan desa ke kota.

Saat ini Toni dibantu oleh dua orang rekannya dalam menangani bisnis rengginang ini. "Ke depannya saya dan tim juga akan mengangkat makanan tradisional lain seperti misalnya madumongso. Karena sebagai orang Indonesia sudah seharusnya kita mencintai produk sendiri yang nggak kalah enak dari makanan-makanan asing."

Mundur Jadi dosen, Pilih Jadi Relawan Profauna

http://roseknursahid.blogspot.co.id/2014/09/mundur-jadi-dosen-pilih-jadi-relawan.html?spref=fb


Mundur Jadi dosen, Pilih Jadi Relawan Profauna

Teringat sebuah iklan rokok di televisi, “kerja itu tidak harus di kantor, tapi bisa juga sambil pake celana kolor”. Iklan itu secara tidak langsung menyentil orang yang masih menganggap “kemapanan” itu ketika bekerja dalam bidang yang dianggap “mapan”. Bidang itu antara lain PNS, dokter, dan dosen. Tak heran untuk mengejar kemapanan itu atau mungkin juga mengejar gengsi, segala jurus dan upaya dilancarkan untuk mendapatkan posisi impian itu. Menyogok dan menyuap menjadi tindakan yang kemudian dihalalkan secara jamaah. Ahhh itu sudah biasa, kalau kamu mau “sukses”  memang harus begitu– kata seorang teman.

Ada yang harus keluar duit puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk diterima dalam zona “kemapanan” PNS. Ada yang rela bertahun-tahun jadi honorer dengan gaji minim karena mengejar mimpi suatu ketika dia diangkat jadi guru atau dosen tetap. Semuanya mengejar mimpi kerja “mapan” dan “nyaman”.

Ketika ribuan atau bahkan jutaan orang berdesak-desakan untuk bekerja di zona “mapan” itu, masih ada segelintir orang yang melawan arus dengan bekerja di luar mainstream. Bagi mereka, lapangan kerja itu tidak sesempit daun kelor. Bagi mereka yang punya jiwa berani, pekerjaan mapan itu bukan semata-mata jadi PNS, dosen, dokter, polisi, pengacara atau bahkan politisi (karena ada yang menganggap jadi politisi itu adalah alternatif lapangan pekerjaan).

Saya punya banyak teman yang “mapan” dan bahagia meskipun bekerja di luar zona kemapanan menurut persepsi umum itu. Ada yang yang sukses bekerja dibidang ekowisata. Ada yang kaya raya dari jualan jeruk. Ada yang bahagia jadi event organizer. Ada yag mendulang rupiah dari jualan parts motor. Ada yang bisa bangun rumah (dan kawin lagi...) dari jualan soto yang laris manis.

Ternyata ada banyak jalan dan peluang di dunia kerja. Asalkan kita tidak terkotak dalam persepsi kemapanan yang sempit  itu dan juga tidak terkukung oleh gengsi. Hanya orang yang dinamis dan punya jiwa petualang yang berani memilih untuk berkarya di bidang yang dianggap diluar zona kemapanan itu.

Salah satu orang yang saya anggap berani dan luar biasa itu adalah Toni. Dia adalah seorang supporter Profauna yang sudah memegang izasah S2 dari sebuah perguruan tinggi ternama di Malang. Berbekal ijasah S2 itu dia melamar jadi dosen di sebuah perguruan tinggi di Jatim, dan ternyata diterima!

Di saat bersamaan ketika dia diumumkan diterima jadi dosen, di Profauna ada pengumuman kalau Profauna butuh relawan selama 3 bulan di tanah Borneo. Toni jadi galau dan bimbang, antara terus berkarir jadi dosen yang dianggap bergengsi ataukah berangkat ke Borneo untuk jadi relawan. Hati kecilnya  berbisik dia ingin melakukan suatu perubahan. Ingin berbuat sesuatu untuk alam, karena dia punya ilmu biologi yang dikenyamnya selama di bangku kuliah. Dia ingin ilmunya itu berguna untuk konservasi alam.

Akhirnya Toni mengambil keputusan berani. Dia mundur jadi dosen dan berangkat ke Borneo! Ini sebuah keputusan besar yang diambil seorang pemuda bernama Toni. Saya angat menghargai dan kagum dengan keputusan itu. Bukan karena Profauna mendapatkan relawan di Borneo, tetapi di zaman sekarang ini tidak banyak orang seperti Toni ini. Meninggalkan zona kenyamanan untuk berjuang!

Sementara di era sekarang ini kita terbiasa dalam keseharian itu dibuat nyaman. Kita jadi malas ke pasar tradisional  karena di dekat rumah kita berjejer indomaret atau tinggal kilik di Hp untuk belanja online. Kita jadi malas silahturahmi dengan bertemu fisik dengan sahabat atau kerabat, karena cukup say hello lewat SMS atau BBM. Kita juga jadi malas untuk berkegiatan sosial, karena terlalu sibuk narsis di FB. Bahkan untuk memindah chanel TV-pun kita malas untuk beranjak dari kursi, karena tinggal pencet tombol remote control. Hemmm semuanya itu membuat kita jadi “malas”.

Makanya ketika Toni mengambil keputusan jadi relawan Profauna di Borneo itu saya menjadi salut. Saya yakin itu pilihan yang sudah direnungkan dengan mendalam oleh Toni. Saya juga yakin itu akan punya hikmah dan makna yang luar biasa bagi Toni. Dan Tonipun bisa nantinya bercerita dengan bangga kepada anak atau cucunya bahwa dia pernah mengambil keputusan berani dalam hidupnya untuk berjuang bagi kelestarian alam!

stay RGNGaja